Home > Just Me > Happiness. Kebahagiaan.

Happiness. Kebahagiaan.

Beberapa waktu lalu saya sempat update status FB (another ‘nyampah’ time..hehe..) yang berupa pertanyaan seperti ini:

“How do you define happiness?”

Dan nggak nyangka itu mengundang beberapa teman saya untuk berkomentar, terutama kang Agus Fariansyah. Dia menjawab dgn begitu panjaaaang dan lamaaaa.. Coba kita baca komen dia ini:

“Kebahagiaan bersumber dari dalam diri kita sendiri.ikalau berharap dari orang lain, maka bersiaplah untuk ditinggalkan, bersiaplah untuk dikhianati. Kita akan bahagia bila kita bisa menerima diri apa adanya, mencintai dan menghargai diri sendiri,mau mencintai orang lain, dan mau menerima orang lain.

kita selalu diberikan yang terbaik sesuai usaha kita, tak perlu berkeras hati. Tuhan pun akan memberi kita di saat yang tepat apa yang kita butuhkan, meskipun bukan hari ini, masih ada esok hari. Berusaha dan bahagialah karena kita dicintai begitu banyak orang.”

Waaw..dalam hati saya terkagum-kagum dengan beberapa kalimat dia tersebut. Sedikit banyak kalimat ini mematahkan paradigma saya dalam memandang hidup yang saya jalani. Sebenarnya saya sempat mengalami satu fase dalam hidup yang begitu naif, bahwa kebahagiaan saya baru akan terasa apabila saya memiliki seseorang untuk dicintai, seseorang yang juga mencintai saya, atau lebih spesifik lagi adalah pasangan hidup, atau lebih singkat dan putus asa dari semua definisi itu adalah PACAR.

Harap maklum, fyi sejak menjelang lulus SMA sampai dengan akhir tahun lalu ketika saya sudah menyandang predikat “wanita bekerja”, belum pernah saya mengalami saat-saat kosong alias jomblo yang terlalu lama. Mirip kutu loncat yang selalu berpindah dari satu inang ke inang lain untuk bertahan hidup, mungkin itu pula yang terjadi dengan diri saya yang berpindah dari satu hati ke hati lain dalam waktu yang relatif tidak berjarak demi ‘bertahan hidup’. Singkatnya, hidup saya baru bisa dikatakan bahagia apabila saya tidak sendiri.

Benar saja, selepas dari kekasih saya yang terakhir, saya berasa limbung, oleng, bagai perahu kayu ringkih yang terbawa arus kesana kemari tanpa tahu arah dengan pasti, tanpa memiliki kendali atas dayung yang jelas-jelas ada di genggaman tangan saya. Dan itulah satu dosa yang baru saya sadari saat ini. Semestinya tidak seperti itu.. Saya harus bertanggung jawab terhadap kebahagiaan diri saya sendiri..

Berlanjut dari status FB, teman saya lainnya yaitu Qie Rizki Amaliyah ikut mengirim pesan di Inbox merespon pertanyaan saya. Dan inilah pesannya:

“Brhubungan dgn statusmu yg ttg find the happines,,ada notes temenku yg bagus nihh,,you must read this,,

‘Darimana kebahagian itu sebenarnya ?
John C Maxwell suatu ketika pernah didapuk menjadi seorang pembicara di sebuah seminar bersama istrinya. Ia dan istrinya, Margaret, diminta menjadi pembicara pada beberapa sesi secara terpisah. Ketika Maxwell sedang menjadi pembicara, istrinya selalu duduk di barisan terdepan dan mendengarkan seminar suaminya.. Sebaliknya, ketika Margaret sedang menjadi pembicara di salah satu sesi, suaminya selalu menemaninya dari bangku paling depan.
Ceritanya, suatu ketika sang istri, Margaret, sedang menjadi pembicara di salah satu sesi seminar tentang kebahagiaan. Seperti biasa, Maxwell duduk di bangku paling depan dan mendengarkan. Dan di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan. Yang namanya seminar selalu ada interaksi dua arah dari peserta seminar juga kan ? Kalau satu arah mah namanya khotbah.)
Di sesi tanya jawab itu, setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya. Ketika diberikan kesempatan, pertanyaan ibu itu seperti ini, “Miss Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?” Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus. Dan semua peserta penasaran menunggu jawaban Margaret. Margaret tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab,
“Tidak.”
Seluruh ruangan langsung terkejut.
“Tidak,” katanya sekali lagi, “John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia.”
Seisi ruangan langsung menoleh ke arah Maxwell. (Kebayang ga malunya Maxwell saat itu.) Dan Maxwell juga menoleh-noleh mencari pintu keluar. Rasanya ingin cepat-cepat keluar. Malu ui!
Kemudian, lanjut Margaret, “John Maxwell adalah seorang suami yang sangat baik. Ia tidak pernah berjudi, mabuk-mabukan, main serong. Ia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia..”
Tiba-tiba ada suara bertanya, “Mengapa?”
“Karena,” jawabnya, “tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku selain diriku sendiri.” Dengan kata lain, maksud dari Margaret adalah, tidak ada orang lain yang bisa membuatmu bahagia. Baik itu pasangan hidupmu, sahabatmu, uangmu, hobimu. Semua itu tidak bisa membuatmu bahagia. Karena yang bisa
membuat dirimu bahagia adalah dirimu sendiri.
Kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Kalau kamu sering merasa berkecukupan, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, kamu tidak akan merasa sedih. Sesungguhnya pola pikir kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar. Bahagia atau tidaknya hidupmu bukan ditentukan oleh seberapa kaya dirimu, seberapa cantik istrimu, atau sesukses apa hidupmu. Ini masalah pilihan: apakah kamu memilih untuk bahagia atau tidak .”

Semakin jelas bagi saya bahwa kebahagiaan sesungguhnya berasal dari dalam ke luar, bukan kita dapatkan dari luar untuk dalam diri kita.

Guys, thanks ya for sharing me this.. Aku benar-benar menghargai itu semua sebagai satu oasis dalam keringnya hati saya beberapa waktu terakhir. Tak lupa juga bff Dya Kholidiyah, member “Mbolang” yang juga turut berjasa mengenalkan saya kepada kang Agus Fariansyah dan saudari Qie Rizki Amaliyah dalam satu episode ‘Escape to Batu’ beberapa waktu lalu.. Kapan nih episode 2 kita?? Hehe.. πŸ™‚

Okay then. Now it seems so clear to me: Happiness comes from the heart. And only we can decide that, whether we choose to be happy or not.

Cheers,
elvitria

  1. suga
    February 21, 2010 at 7:33 am

    wah g nyangka q jd yg PERTAMAXXXXX……….

    jadi tersanjung jg wkt baca tulisan ini, ga nyangka klo bs jd pencerahan. semoga bermanfaat………………….

    boleh jg tuh, berpetualang episode II : Trip to Bali, may be…..

  2. February 22, 2010 at 6:39 am

    pertama opo Pertamaxx sih, kang Agus?? kok ambigu,,malah jd kyk temenny Premium..haha.. πŸ˜€

    jgn tersanjung dulu,kang..ntar gk slese2 lhoh jd ber-season2 ampe tersanjung 7. Lebih parah daripada Cinta Fitri jg gk tamat2 juga smpe hari giniii..hihi..

    Yupsy..pencerahan bgt jelas, apalgi klo Mbolang Episod 2 “Goes to Bali”. Mantaaabbb…d^^b

  3. Farida
    January 5, 2011 at 6:13 am

    like this :’),,,
    terima kasih Alloh memberi kesempatan membaca tulisan ini..
    cukup memberi sedikit oase
    krn aku ingin bahagia,,dan akan mengejar kebahagiaan itu

    • January 6, 2011 at 2:59 am

      Thx for visiting, farida.. Alhamdulillah semoga bermanfaat ya.. :”)

      Dan memang bener. Bahagia itu hak paling dasar dan asasi setiap insan, dan kita sendiri yang memegang kendali atas definisi maupun batasan2 “bahagia” itu. Kita sendiri yg merasakan kok.. jadi gk perlu membanding-bandingkan, gk perlu mempermasalahkan perbedaan ukuran kebahagiaan, krn kita sendiri yg menentukan penjabaran “bahagia”.

      Gudluck for your love and life, ya dear.. :’)

  1. No trackbacks yet.

Leave a reply to suga Cancel reply